Mengungkap Hubungan Emosi & Perilaku Toxic di Mobile Legends
Ichsan | 11 Aug 2025 | Keprofesian & Skill | 58
Research & Project

Hasil Penelitian Mahasiswa UIN Datokarama Palu
Mobile Legends telah menjadi salah satu game online paling populer di kalangan anak muda Indonesia, termasuk mahasiswa. Gameplay yang kompetitif, sistem tim, dan strategi real-time membuatnya menarik sekaligus memicu emosi tinggi.
Namun, di balik keseruan tersebut, muncul fenomena yang kerap dikeluhkan: bahasa toxic. Istilah ini merujuk pada penggunaan kata-kata kasar, hinaan, atau komentar negatif yang biasanya muncul saat pemain mengalami kekalahan, lag, atau merasa dirugikan oleh rekan tim.
Bahasa toxic bukan sekadar masalah etika bermain, tetapi juga dapat memengaruhi kenyamanan, kesehatan mental, dan kualitas interaksi di dunia game. Lalu, apakah sering bermain game otomatis membuat pemain lebih toxic? Atau justru faktor emosi saat kalah yang lebih berpengaruh?
Itulah pertanyaan yang menjadi latar belakang penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Datokarama Palu, sebagai bagian dari tugas akhir mata kuliah Statistik dan Probabilitas.
1. Populasi dan Sampel
- Populasi: Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Datokarama Palu yang aktif bermain Mobile Legends.
- Sampel: 46 responden yang dipilih secara simple random sampling.
2. Variabel Penelitian
- X₁: Frekuensi bermain (berapa sering dan berapa lama bermain).
- X₂: Tingkat frustrasi saat kalah (reaksi emosional negatif akibat kekalahan).
- Y: Penggunaan bahasa toxic (intensitas penggunaan kata kasar saat bermain).
3. Instrumen
- Kuesioner skala Likert 1–5, berisi pernyataan positif dan negatif terkait ketiga variabel.
- Pernyataan negatif diberi skor terbalik untuk menjaga konsistensi data.
4. Teknik Analisis
- Regresi Linear Berganda → untuk mengukur pengaruh X₁ dan X₂ terhadap Y, baik secara parsial (Uji t) maupun simultan (Uji F).
- Tingkat signifikansi: α = 0,05.
Hasil Penelitian
Analisis data menghasilkan beberapa temuan penting:
1. Hubungan Secara Umum
- Koefisien korelasi gabungan (Multiple R): 0,4505 → hubungan lemah-moderat.
- R Square: 20,29% variasi bahasa toxic dapat dijelaskan oleh frekuensi bermain dan tingkat frustrasi.
- Interpretasi: Sebagian besar perilaku toxic dipengaruhi oleh faktor lain di luar kedua variabel ini (misalnya kepribadian, lingkungan sosial, budaya komunitas game).
2. Uji Simultan (Uji F)
- F hitung: 5,4759 > F tabel 3,23
- p-value: 0,0076 < 0,05
Kesimpulan: Frekuensi bermain dan tingkat frustrasi bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap bahasa toxic.
3. Uji Parsial (Uji t)
- Frekuensi bermain (X₁):
- t hitung = 1,9286 < t tabel = 2,021 → tidak signifikan
- p-value = 0,0604 > 0,05 → intensitas bermain tidak otomatis membuat pemain toxic.
- Tingkat frustrasi saat kalah (X₂):
- t hitung = 3,1328 > t tabel = 2,021 → signifikan
- p-value = 0,0031 < 0,05 → frustrasi adalah pemicu utama perilaku toxic.
4. Persamaan Regresi
Y = −0.7930 + 0.3945X₁ + 0.8490X₂
- Nilai 0,3945 pada X₁ menunjukkan pengaruh kecil dan tidak signifikan.
- Nilai 0,8490 pada X₂ menunjukkan pengaruh besar dan signifikan.
Pembahasan
Hasil penelitian memperjelas bahwa emosi negatif akibat kekalahan memiliki peran dominan dalam memicu bahasa toxic.
- Frekuensi bermain tinggi saja tidak cukup untuk membuat seseorang menjadi toxic. Pemain yang sering bermain tetapi mampu mengontrol emosi cenderung tidak toxic.
- Frustrasi muncul ketika ekspektasi kemenangan tidak tercapai, permainan berjalan buruk, atau rekan tim dianggap tidak kompeten.
- Kondisi ini mendukung konsep probabilitas bersyarat: perilaku toxic lebih mungkin terjadi jika kekalahan disertai emosi negatif.
Implikasi & Rekomendasi
Bagi Pemain:
- Atur waktu bermain dan hindari bermain saat mood buruk.
- Gunakan jeda istirahat setelah kekalahan beruntun.
Bagi Orang Tua & Pendidik:
- Edukasi remaja tentang etika komunikasi digital.
- Tekankan bahwa game adalah hiburan, bukan sumber stres.
Bagi Pengembang Game:
- Perkuat sistem report dan mute toxic player.
- Sisipkan pesan positif atau edukasi sportivitas di dalam game.
Dokumentasi Penelitian
Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan:
- Frekuensi bermain tidak signifikan memicu bahasa toxic.
- Frustrasi saat kalah adalah faktor signifikan yang harus diwaspadai.
- Kombinasi keduanya tetap punya pengaruh jika dilihat secara bersamaan.
Mengendalikan emosi adalah kunci untuk menciptakan ekosistem game yang sehat, nyaman, dan menyenangkan bagi semua pemain.
Kelompok Kiirotama
- Moh. Ichsan
- Andi Muhammad Yusuf Qadri
- Muh. Fauzan Muqsith